Senin, 10 Juni 2013

MANUSIA

MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

Dalam hal ini, para tokoh filsafat berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Di antaranya yakni:
1)   Aristoteles menyatakan bahwa:
“Manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoon political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat, mempunyai kampung halaman dan negara”.
Aristoteles mengidentifikasi sejumlah kelebihan manusia yang tidak dimiliki oleh hewan; manusia berakal, berbicara, berpolitik, berkeluarga, bermasyarakat. Kemampuan berpolitik dimungkinkan karena manusia mempunyai bahasa yang di dalamnya dapat diungkap simbol-simbol.
2)   William Ernest Hichking menyatakan:
“Manusia adalah hewan yang ketawa. Manusia adalah hewan yang menggambarkan lukisan. Manusia adalah hewan yang sadar diri. Manusia adalah hewan yang dapat merasa malu, sementara tidak ada makhluk lain yang memperhatikan tanda-tanda pembelaan untuk proses naturalnya”.
3)   Prof. R.F. Beerling secara singkat mengemukakan keunggulan khas manusia yang tidak mungkin dimiliki hewan, “manusia adalah tukang bertanya”.[1]
4)   Sartre mengemukakan lebih tegas dari itu bahwa “Kesadaran manusia adalah bersifat bertanya yang sebenar-benarnya”. Bertanya memang merupakan keunggulan istimewa bagi makhluk manusia.
5)   Para sarjana muslim pada zaman pra Eropa tercerahkan oleh filsafat Yunani, Ibnu Sina yang mengemukakan bahwa:
“Tujuh ‘Kesanggupan’ Makhluk, yaitu (1) makan, (2) tumbuh, (3) berkembang biak, (4) pengamatan hal-hal yang istimewa, (5) bergerak di bawah kekuasaan (6) tahu mengenai hal-hal umum, dan (7) berkehendak dan memilih dengan bebas. Tumbuh-tumbuhan memiliki kesanggupan 1, 2, dan 3. Hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5. Adapun manusia mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Yang dimaksudkan dengan tahu pada angka 6 di atas ialah segala yang kita ketahui, yang berbeda dari pengetahuan”.
6)  Seorang ulama’ dan pemikir muslim berkebagsaan Iran, Murtadha Muthahhari dengan pijakan al-Qur’an telah memformulasikan sisi positif manusia.
“Manusia adalah khalifah Tuhan di Bumi, manusia merupakan makhluk yang mempunyai inteligensi yang paling tinggi, manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan, manusia memiliki kesadaran moral, jiwa manusia tidak akan pernah damai kecuali dengan mengingat Allah, dan manusia tidaklah semata-mata tersentuh oleh motivasi duniawi saja.”
Yang menarik, Murtadha Muthahhari tidak sekedar memotret manusia berdasarkan potensi dan kelebihan yang dimilikinya. Dengan tetap mengacu pada pendekatan Islam, beliau juga mengemukakan berbagai aspek yang menjadi kelemahan, kekurangan manusia. Segi negatif tersebut dapat diketahui dari al-Qur’an antara lain: “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh” (QS. 33: 72), “... manusia benar-benar sangat mengingkari nikmat” (QS. 22: 66), “... manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (QS. 18: 54), dan terdapat dalam QS. 70: 19-21,[2]
Manusia menjadi “manusia” kalau dia mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan. Lalu, apakah dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang bersifat ganda.
Manusia dalam pengertian yang ada dalam dirinya terdapat unsur positif sekaligus negatif, memang tepat untuk disebut sebagai makhluk ganda atau monodualis. Dengan segala potensi keunggulan, kelebihan yang ada padanya, manusia dapat mencapai derajat kemanusiaan paling tinggi. Sebaliknya, dengan segala potensi negatif, kelemahan yang ada padanya, manusia juga dapat turun ke tingkat kemanusiaan terendah, bahkan bisa jadi lebih rendah dibanding hewan. Berbeda dengan makhluk hewan yang sejak dari mula menjadi hewan dan akan tetap menjadi hewan. Artinya, potensi positif dan negatifnya tak lebih dan tak kurang dalam batasan hewan.[3]


[1] Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat, dan Sejarah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 19
[2] Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat, dan Sejarah, .... hlm. 20
[3] Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat, dan Sejarah, .... hlm. 21
 

1 komentar:

  1. Terimakasih ukhti telah mau berbagi.
    Maaf ukhti Ana Maqfy. Ane belum terlalu paham tentang pernyataan William Ernest Hichking, bahwa Manusia adalah hewan yang menggambarkan lukisan.
    Mohon penjelasannya.

    BalasHapus