HAKIKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
Ilmu yang
mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal
ini, ada 4 aliran yang akan dibahas:
1. Aliran serba-zat
Aliran ini mengatakan
yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat
attau materi dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu, manusia adalah
zat atau materi.
2. Aliran serba-ruh
Aliran ini berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh. Sementara zat
adalah manifestasi dari ruh.[1]
3. Aliran dualisme
Aliran ini menganggap bahwa
manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan
ruhani.
4. Aliran eksistensialisme
Aliran filsafat modern
berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksistensi dari manusia.
Filsafat
berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan ruh. Islam
secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan
alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini,
dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam
material. Menurut Islam, manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan
ruh yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, hakikat manusia adalah ruh
sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh semata. Tanpa kedua
substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.
Terkait
dengan hakikat manusia tersebut, Poespoprodjo mengemukakan bahwa:
1) Hakikat
manusia haruslah diambil secara integral dari seluruh bagiannya; bagian
esensial manusia, baik yang metafisis (animalitas dan rasionalitas) maupun
fisik (badan dan jiwa). Manusia wajib menguasai hakikatnya yang kompleks dan
mengendalikan bagian-bagian tersebut agar bekerja secara harmonis.
2) Hakikat
manusia harus diambil dari seluruh nisbahnya; tidak hanya keselarasan batin
antara bagian-bagian dan kemampuan-kemampuan yang membuat manusia itu snediri,
tetapi juga keselarasan antara manusia dengan lingkungannya.
Memang
keberadaan manusia di muka bumi adalah suatu yang menarik. Selain manusia
selalu menjadi pokok permasalahan, ia juga dapat melihat bahwa segala peristiwa
dan masalah apa pun yang terjadi di dunia ini pada akhirnya berhubungan dengan
manusia. Oleh karena itu, dalam usaha mempelajari hakikat manusia diperlukan
pemikiran yang filosofis.[2]
Maka,
manusia merupakan makhluk sosial. Manusia itu pada dasarnya tak hanya
“koeksistens” melainkan juga “kooperans”. Koeksistensi dan kooperasi adalah
unsur yang esensial dalam hidup manusia. Inilah salah satu dimensi fundamental
dari kehidupan manusia. Struktur manusia itu dalam segala tindakannya selalu
membutuhkan sesama. Namun tak dapat dilupakan bahwa manusia selain berdimensi
horizontal (hubungan sesama manusia), dia juga berdimensi vertikal (hubungan
dengan Tuhan; Sang Khaliq).[3]
Sifat
kodrat manusia adalah hakikat manusia pula, yakni sebagai diri bersifat pribadi
perseorangan dan sekaligus bersifat pribadi hiduup bersama atau makhluk sosial.
Notonagoro mengatakan, di samping hidup sendiri, manusia hidupnya selalu
berhubungan dengan manusia yang lain. Dan secara garis besar, manusia memiliki
3 unsur jiwa, yaitu:
1) Berpikir,
untuk memenuhi hasrat memperoleh pengetahuan guna mencapai kebenaran dan
kenyataan
2) Berasa,
untuk memenuhi hasrat memperoleh nilai seni dalam arti luas guna mencapai
keindahan
3) Kehendak,
untuk memenuhi hasrat memperoleh hal-hal yang baik dan untuk mencapai kebaikan.[4]
[1] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat
Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 129-130
[3] Dick Hartoko, Memanusiakan
Manusia Muda (Tinjauan Pendidikan Humaniora), (Jakarta: Kanisius, 1985),
hal. 25
[4] Moh. Erfan Soebahar, Manusia
Seutuhnya (Suatu Kajian Kritis dengan Pendekatan Eksegisis), (Semarang: CV
Bima Sejati, 2000), hal. 53-54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar